Selasa, 02 Februari 2010

KEDIRI | JAWA TIMUR | INDONESIA | ASIA

Kota Kediri yang tenang dan sejuk, tanah kelahiranku. Dari lahir hingga lulus SMA, tiap hari kuhirup udara segar Kediri dengan penuh rasa syukur.

Hijrah ke Surabaya saat kuliah, bekerja di institusi pendidikan, lantas membangun hidup bersama keluarga kecil tercinta. Keluarga kecil yang sakinah, mawaddah, warahmah... Amin.















Meski sudah puluhan tahun menetap di Surabaya, pulang ke kota asal, ke kota kelahiran Kediri, selalu ada perasaan yang tak dapat diurai dengan kata. Ada perasaan bahagia, perasaan gembira yang membuncah, ada rasa rindu dan rasa haru yang mengisi relung-relung nadiku.

Rindu dengan udara pagi yang segar, bersih dan sejuk, rindu bau tanahnya, rindu dengan suasana yang tenang, rindu dengan suara angin dan yang paling terindah, rindu dengan senyum Ibunda.

Selalu terkenang masa kecil, saat masih berkumpul dengan (alm.) bapak, ibu, mas, mbak dan adik-adik. Terkenang dengan teman bermain dan teman-teman masa sekolah. Ada banyak catatan, beragam peristiwa, ribuan cerita dan kisah yang mewarnai hari-hariku serta mengisi perjalanan hidupku.

Saat melahirkan putra-putri kami, kupilih Kediri sebagai tanah kelahirannya. Ananda Hanif, lahir Januari 2004 dan ananda Laili, lahir Juni 2009. Biarlah ketenangan dan kearifan bumi Kediri menjadi saksi tangisan pertamanya.















Mas Fadjar yang asli arek Suroboyo, saat mudik ke rumah Ibunda, mulai terhanyut dengan detak kehidupan Kediri. Ritme kehidupan yang berjalan tenang, tanpa tergesa-gesa, bagai alunan musik yang berirama syahdu.
Sejenak terlupakan hiruk-pikuknya Surabaya, panasnya, debunya, dan geliat kesibukan Surabaya yang terus dan ..terus bergerak.

Saat pulang ke Kediri, pulang ke rumah Ibunda, ada banyak kegiatan yang kami lakukan bersama keluarga. Kegiatan untuk melepas penat dan menikmati suasana kota Kediri. Mengunjungi tempat-tempat wisata, dan mengecap nikmatnya kuliner kota Kediri.

Berikut catatan yang kami rangkum saat pulang ke kota Kediri:

AIR TERJUN IRONGGOLO

Pada Minggu pagi yang cerah, kami menjadwalkan jalan-jalan ke air terjun Ironggolo. Air terjun Ironggolo terletak di kawasan wisata Besuki, desa Jugo, Kec. Mojo, Kab. Kediri. Dari pusat kota Kediri dapat ditempuh dalam jangka waktu -/+ 45 menit perjalanan.

















Dari pusat kota, menyeberang jembatan yang membelah sungai Brantas menuju ke bag. Barat kota Kediri. Jalur yang kami ambil melalui Puhsarang, Kec. Semen menuju Besuki. Jalur dari arah Kec. Semen (dari terminal Kediri terus ke arah Barat) telah diperlebar dan mulus dengan aspal hotmix. Sudah terpasang petunjuk dan rambu-rambu yang jelas menuju ke air terjun Ironggolo.

















Perjalanan menuju ke air terjun terasa lancar dan menyenangkan. Jalanan berkelok-kelok sedikit menanjak dengan pemandangan bebukitan yang menghijau. Bebukitan yang sambung-menyambung sepanjang perjalanan. Pemandangan yang indah, mempesona, menyejukkan mata.

Ajak aku menikmati dingin dan segarnya air terjun
















Sampai dilokasi wisata, Mas Fadjar segera memarkir kendaraan di tempat yang teduh. Udara disini terasa sejuk, segar dan bebas polusi. Kami beristirahat sejenak di salah satu warung yang berjejer di pelataran parkir. Cukup banyak menu makanan yang ditawarkan dengan harga yang terjangkau.

Setelah badan kembali bugar, kami bersantai di gazebo, duduk meluruskan kaki, merasakan sejuknya semilir angin pegunungan. Menikmati hijau dan asrinya hutan di area wisata air terjun.

Kawasan wisata air terjun Ironggolo sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang yang memadai. Ada taman bermain yang cukup luas, mushola, tempat parkir, MCK, camping ground, area buat jogging dan hiking.

Jalan setapak menuju ke lokasi air terjun tampak bagus dan terawat, dilengkapi dengan bangku-bangku taman.
Kami bisa bersantai, duduk melepas lelah sambil melihat rindangnya pinus dan mendengarkan suara-suara alam. Desau gesekan daun yang tertiup angin dan derikan kumbang pinus yang melengking bersahut-sahutan. Sesekali terdengar bunyi kicau burung di kejauhan. Hmm.. suara alam yang indah, membelai telinga.

Kami harus menuruni jalan setapak sekitar 10 menit, untuk melihat keindahan air terjun. Melewati jalan setapak yang membelah hijaunya hutan. Kami berjalan beriringan melintasi deretan pinus yang menjulang tinggi. Air terjun Ironggolo tersembunyi di balik rerimbunan hutan yang menghijau. Jatuhnya aliran air terjun sangat indah. Bertrap-trap, bagai aliran air melewati tangga yang berundak-undak.

Ananda Hanif terlihat sangat gembira, tak dihiraukan dinginnya air dan pakaiannya yang basah kuyub. "Bu', ayo sini Bu', nemeni Hanif main air," ajaknya dengan riang. Aku menyambut ajakan Hanif dengan antusias. Segarnya air terjun dan riangnya tawa ananda Hanif, bagai obat mujarab, menghapus semua keletihan, pelipur segala lelah dan penat.

SOTO AYAM BOK IJO (soto ayam khas Kediri)


Setelah puas bermain dan bercengkerama dengan segarnya air terjun, kami kembali turun ke kota Kediri. Menelusuri lagi jalan berkelok-kelok, menikmati lagi pemandangan bebukitan yang indah.

Karena perut mulai keroncongan, kami membelokkan kendaraan ke dalam kompleks Terminal bus Kediri. Pengin menikmati sedapnya soto ayam Bok Ijo.

















Soto ayam Bok Ijo terletak di dalam area Terminal Tamanan Kediri. Begitu memasuki pelataran terminal, langsung disambut dengan spanduk bertuliskan : Selamat Datang di Sentra "Soto Ayam Bok Ijo" Terminal Tamanan Kediri. Di area ini terdapat puluhan penjual soto yang berderet-deret. Favorit kami adalah soto ayam Pak No yang terletak di deretan paling kanan, dekat dengan pintu masuk.

Soto ayam Bok Ijo merupakan soto ayam khas Kediri. Disajikan dalam mangkuk kecil dengan porsi yang mini. Satu porsi terdiri dari nasi putih, potongan ayam kampung yang diiris kecil-kecil, diatasnya diberi taoge, irisan kol dan daun seledri, kemudian diguyur dengan kuah soto yang masih mengepul panas. Tak lupa diberi kecap dan jeruk nipis. Terasa segar, nikmat dan sedap..!!!
(Bila tak suka pedas, sebaiknya langsung bilang saat penjual meracik soto. Khas-nya soto Kediri, lombok langsung digerus di mangkuk sajian).

















Sebagai pelengkap, kami minta tambahan lauk sayap dan uritan (telur ayam muda) yang dibakar. Dibakar diatas arang sambil diolesi kecap manis. Wah, aroma ayam bakar yang gurih segera menyergap indera penciuman kami. Tak sabar pengin segera menyantapnya.

Seporsi soto ayam harganya sangat murah, hanya Rp. 3000 saja. Untuk lauk pelengkapnya : dada Rp. 13.000, paha Rp. 9.000, sayap 1 porsi Rp. 10.000, kulit 1 porsi Rp. 10.000, uritan Rp. 7000, ati ampela Rp. 3.000, usus goreng Rp. 1.000 dan krupuk Rp. 500. Hmm.. soto ayam Kediri memang enak, nikmat dan murah...!!!

Setelah badan kembali bugar dengan hangatnya soto ayam Pak No, kami memutuskan untuk pulang dulu ke Mojoroto, ke rumah Ibunda. Malam nanti kami berencana melanjutkan wisata kuliner di pusat kota Kediri, di Jl. Dhoho.

Nasi goreng khas Kediri dan filosofinya

Sekitar jam 9 malam, saat jalanan mulai lengang dan pertokoan mulai tutup, Jl. Dhoho segera berganti wajah. Di emperan toko sepanjang Jl. Dhoho dipenuhi penjual nasi pecel tumpang, nasi goreng dan mie goreng khas Kediri. Mereka menggelar tikar di atas trotoar jalan, berjualan secara lesehan. Suasana yang tercipta begitu santai, akrab dan merakyat.

Kami memilih lesehan nasi pecel tumpang yang berdampingan dengan penjual nasi goreng. Dik Irwan dan dik Erly segera memesan nasi goreng. Penjual nasi goreng menggunakan arang dan anglo untuk memasak. Nasi dimasak dengan bumbu-bumbu, diberi sebutir telur dan irisan ayam kampung. Hmmm.. aroma masakan tercium sangat harum dan sedap. Tapi.. kami harus bersabar dan menahan diri untuk dapat menikmati kelezatan nasi goreng khas Kediri.

Penjual nasi goreng menerapkan filosofi "alon-alon asal kelakon". Sekali masak hanya untuk satu porsi. Misal untuk sekali masak diperlukan waktu 10 menit, maka yang antri diurutan ke-6, harus siap-siap kelaparan atau tidur-tiduran dulu di atas tikar. (Dik Irwan tertidur beneran).
Segi positifnya, kami bisa pesan nasi goreng sesuai selera. Pengin rasa pedas atau sedang, pengin ada tambahan sayur atau tambahan jerohan ayam.

"Iki jenenge nasi goreng "sabar sareh mesthi bakal pikoleh", kata mas Fadjar tenang dengan ekspresi yang bijaksana. Aku tersenyum manyun. Adik-adik hanya manggut-manggut takzim. Entah mengerti dengan filosofinya mas Fadjar, entah bingung, entah mengantuk atau karena kelaparan.

















Aku mengartikan filosofi diatas dengan terjemahan bebas : yang sabar menunggu dapat nasi goreng, yang tidak sabar silakan pesan makanan lain...!! Maka dengan semangat, aku mendatangi ibu penjual nasi pecel tumpang di sebelah untuk pesan satu porsi.

Dengan cekatan ibu penjual meladeni permintaanku. Nasi pecel tumpang dengan lauk sate telur puyuh. Tidak sampai 3 menit, aku sudah bisa menikmati nasi pecel tumpang yang hangat dan sedap.

Nasi disajikan di atas pincuk daun pisang, diberi sayuran rebus daun pepaya, kecambah, bunga turi dan kacang panjang, lalu disiram dengan bumbu pecel dan sambal tumpang. Diatasnya diberi lalapan kecambah pendek, lamtoro, mentimun dan daun kemangi. Rempeyek yang renyah menjadi pelengkap sajian nasi pecel tumpang khas Kediri. Disini juga tersedia aneka macam lauk yang menggugah selera seperti ayam goreng, sate jerohan ayam, tahu tempe goreng, sate telur puyuh, sate usus, telur asin dan telur mata sapi. Wow..wowww.. sedapnya.. hidup nasi pecel tumpang...!!!

Saat waktu bergulir hampir tengah malam, kami beranjak meninggalkan tempat lesehan. Kehidupan malam di Jl. Dhoho terus berlanjut, tak pernah lepas dari sepi sampai adzan subuh terdengar. Kami melewatkan malam hari dengan putar-putar keliling kota Kediri yang lengang, sampai mata terasa berat, baru kami pulang ke Mojoroto, ke rumah Ibunda.

Kediri kotaku yang tenang, sampai kapanpun akan selalu lekat di hati dan di jiwa.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008