Sabtu, 03 Juli 2010

Monumen Simpang Lima Gumul, Kediri Jawa Timur

Penampilan bangunan yang meraksasa dan meraja diantara bangunan-bangunan lainnya.

Monumen Simpang lima Gumul terletak di Kabupaten Kediri, dimana direncanakan jalan-jaan mengitari sebuah lingkaran yang cukup besar, ditandai dengan sebuah monumen ukuran raksasa, yang hampir bisa diperkirakan sebesar sepertiga mall. Pertama kali melihat bangunan ini, tentunya yang terlintas adalah kesan monumental yang luar biasa dari bangunan ini. Bukan hanya karena ukuran, namun juga bentuknya yang menarik. Berada di sebuah kota kecil, bangunan monumen ini mulai menarik perhatian banyak pengunjung, meskipun belum berfungsi sebagai alun-alun bundar simpang lima. Hal ini karena jalan-jalan yang menghubungkan simpang lima ini belum selesai dibuat.


Daerah Gumul, kabupaten Kediri, dilihat dari atas monumen. Terlihat jalan-jalan dan taman yang belum selesai dibuat. Namun obyek monumen ini sudah mengundang perhatian banyak pengunjung, baik dari sekitar Gumul maupun dari luar kota yang kebetulan lewat.


Terasa kesan ruang yang membuat pengunjung merasa sangat kecil diantara kebesaran bangunan.

Ketika memasuki kawasan bangunan ini, yang terasa adalah betapa kecilnya kita diantara kolom-kolom raksasa itu. Mendongak, memperhatikan sekitar, diantara skala sebesar itu membuat kemampuan visual kita ditantang lebih jauh untuk memahami kehadiran kita dalam lingkup massa raksasa itu. Bangunan ini setara 6 lantai, dengan ruang-ruang untuk pertemuan di atas dan sebuah hall auditorium di bagian atas, dengan sebuah dome.


Bagian interior monumen tampak terpengaruh oleh gaya arsitektur Mediterania.

Memperhatikan bangunan ini, terdapat beberapa kesan.

- Pertama; ia menjadi penanda yang sangat kuat untuk wilayah dimana taraf masyarakatnya masih belum berkembang pesat, namun mulai terbuka dengan adanya banyak siaran televisi.
- Kedua; penanda yang sangat kuat itu bisa diibaratkan mall untuk daerah sekitarnya, dimana berarti pemerintah daerah setempat cukup perhatian dengan kemajuan daerahnya dengan membuat sebuah city landmark.
- Ketiga; perlu dipertanyakan tentang kehadiran sosok ini dibandingkan Arc de Triomphe di Paris, Perancis.
[file lama/daun.html]



Dengan adanya sebuah monumen seperti ini, untuk menandai dan menjadi pusat titik dimana akan berkembang sebuah pola ruang jalan melingkar, tampaknya pemerintah daerah setempat telah merencanakan bagaimana simpang lima ini akan berperan dalam tata kota di masa mendatang. Memang terlihat betapa besar pengaruhnya mulai dari sekarang. Pemerintah yang lebih memilih untuk membangun bangunan ini juga patut untuk diberi pertanyaan sejauh mana pentingnya bangunan seperti ini dibangun, apakah merupakan prioritas utama selain infrastruktur lainnya dalam kota.


Sebuah monumen lain di kota Kediri, dari atap Monumen Simpang Lima Gumul, merupakan menara sebuah masjid di tengah kota setinggi 100 meter, merupakan penanda tertinggi di kota Kediri. Terasa disini monumentalitas bangunan menjadi anomali bagi bangunan-bangunan lainnya.

Adanya kemiripan dengan bangunan Arc de Triomphe di Paris juga bisa dipertanyakan. Apakah hal ini bisa disamakan dengan mengulang suatu monumental yang memiliki makna lain di lain tempat. Melihat tampilannya, kita tidak bisa menemukan perbedaan berarti, selain bahwa ada beberapa bagian dirubah desainnya. Well, ada sedikit yang berubah, yaitu relief pada dinding bangunan, dan detil-detil yang dihilangkan, mungkin untuk memperkecil biaya pembangunan, atau dengan tujuan membuat sesuatu yang baru dari 'saduran' itu. Dari sisi anatomi tampak, tidak terlihat adanya perbedaan berarti dengan yang di Paris, selain ada proporsi yang berubah sedikit. Dari sisi keruangan, terdapat perbedaan, yaitu Arc de Triomphe memiliki dua sisi, monumen Simpang Lima Gumul memiliki empat sisi.


Monumen Arc de Triomphe yang ada di Paris. Perhatikan kesamaan skala, dan tipologi facade bangunan dengan Monumen Simpang Lima, Gumul. Hanya, disini kesan vitalitas menggelora dari jiwa orang-orang Eropa terlihat jelas melalui detail reliefnya.
(sumber gambar; http://lofi.free.fr/album/paris/paris2.html)

Kesan ke-Indonesiaan dan kelokalan tampil dengan jelas melalui penampilan yang nir-vitalitas (yang mengungkapkan bagaimana jiwa masyarakat dilokasi ini). Namun kesan kemegahan dan kebesaran monumen tetap terasa dengan baik. Perhatikan skala bangunan dibandingkan dengan skala manusianya.

Relief bangunan Arc de Triomphe menandakan vitalitas gerak dari jiwa orang Eropa, untuk memperingati kejayaan Napoleon. Sedangkan di monumen simpang lima ini, reliefnya tidak menandakan sebuah vitalitas, namun sepertinya lebih pada jiwa sederhana masyarakat setempat, yang tidak menunjukkan kesan vitalitas itu, namun cukup kesan bersahaja dengan 'motto pembangunan' yang biasa hadir dalam retorika pemerintah daerah.

Yang jelas, eklektisisme yang kuat terasa hampir mendekati 'pemindahan' sebuah mahakarya dari satu tempat ke tempat lainnya. Adakah itu karena sentuhan modernisme mulai masuk dalam tubuh pemerintah daerah? Ataukah suatu cara mengulang (mereplika) kesuksesan suatu monumen sebagai pengukir kejayaan dan penanda yang sangat kuat dikenal dunia?

Bagaimana kuat terasanya monumentalitas itu bisa dimengerti oleh masyarakat yang lugu di daerah tersebut? Pertanyaan yang besar bila dibandingkan monumentalitas diterima di tempat lain yang masyarakatnya lebih dewasa dan kritis dengan segala perubahan yang terjadi.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008